Saturday, May 7, 2011

Hutan Kota sebagai Kawasan Pendidikan Lingkungan Hidup
(Nana Citrawati Lestari, A2C110009, SDN Inti Pengambangan 3, Banjarmasin)
         Krisis lingkungan hidup dari tahun ke tahun semakin memprihatinkan saja. Hal ini memberikan kesan bahwa manusia kurang sadar dan peduli terhadap masalah lingkungan. Ketidakpedulian ini disebabkan oleh berbagai sebab, salah satunya adalah kurangnya pendidikan mengenai lingkungan. Sejauh ini, pendidikan tentang lingkungan hidup diajarkan hanya sebagai salah satu materi pada mata pelajaran IPA dan Geografi. Oleh karena itu, pendidikan lingkungan perlu diajarkan di sekolah-sekolah sebagai bekal penting untuk menghasilkan manusia-manusia yang peduli terhadap lingkungan.
Pengertian pendidikan lingkungan hidup (PLH) yang dirumuskan oleh IUCN (1970) yaitu proses mengenali nilai, dan konsep klarifikasi dalam rangka untuk mengembangkan keterampilan dan sikap yang diperlukan untuk memahami dan menghargai keterkaitan antara manusia, budaya dan biofisik sekitarnya. Pendidikan lingkungan juga mencakup praktek dalam pengambilan keputusan dan perumusan diri kode perilaku tentang isu-isu mengenai kualitas lingkungan jadi pendidikan lingkungan berkaitan dengan hubungan timbal balik manusia dengan lingkungan. Dalam pendidikan lingkungan menekankan pada proses pengetahuan, pemahaman, sikap, nilai, keterampilan dan tanggung jawab manusia terhadap masalah lingkungan.
         Masalah lingkungan disebabkan karena ketidakmampuan mengembangkan sistem nilai sosial, gaya hidup dan lembaga yang tidak mampu membuat hidup kita selaras dengan lingkungan. Penanggulangan masalah lingkungan harus melalui pemecahan yang menekankan prinsip keberlanjutan (sustainable) yaitu dengan melakukan efisiensi penggunaan sumber daya alam dan menerapkan prinsip etika lingkungan. Hidup selaras dengan alam hanya akan dicapai jika setiap orang memahami prinsip keberlanjutan dan melaksanakan etika lingkungan. Sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan dalam memperkenalkan pendidikan lingkungan ialah hutan kota.
Menurut Djamal (2005), hutan kota adalah komunitas vegetasi berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau sekitar kota, berbentuk jalur, menyebar, atau bergerombol (menumpuk) dengan struktur menyerupai hutan alam, membentuk habitat yang memungkinkan kehidupan bagi satwa dan menimbulkan lingkungan sehat, nyaman, dan estetis. Sementara menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 63 Tahun 2002, hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang.
         Kawasan hutan kota memiliki fungsi ilmu pengetahuan, pendidikan, dan rekreasi. Sebagaimana yang tertulis dalam PP No. 63 Tahun 2002 Pasal 27, hutan kota dapat dimanfaatkan untuk keperluan (1) pariwisata alam, rekreasi, dan atau olah raga; (2) penelitian dan pengembangan; (3) pendidikan; (4) pelestarian plasma nutfah; dan (5) budidaya hasil hutan bukan kayu. Jadi pengunjung dapat memasuki wilayah ini dengan kondisi tertentu baik untuk tujuan sumber inspirasi, pendidikan, kultural, maupun rekrasi.
Hutan kota dengan aneka vegetasi dan satwa yang mengandung nilai-nilai ilmiah sehingga dapat menjadi  laboratorium  hidup untuk sarana penelitian dan pendidikan, khususnya pendidikan berwawasan lingkungan. Siswa diharapkan akan lebih mudah berkonsentrasi ketika belajar dalam lingkungan hutan kota yang bersuasana nyaman dan sejuk.  Suasana tersebut bisa mengurangi ketegangan saraf (stres) siswa dan guru ketika proses belajar mengajar sedang berlangsung. Kicauan dan tarian burung pun  akan menghilangkan kejemuan (Dahlan, 1992). Dengan demikian penyampaian informasi pun akan lebih efektif.
        Masalah lingkungan hidup yang dapat diangkat sebagai topik pembelajaran sangat beragam. Semua yang ada di hutan kota dapat dijadikan obyek pembelajaran. Berbagai obyek yang tersaji di hutan kota dapat dilihat dan diamati secara langsung sehingga mampu memberikan pemahaman yang lebih baik pada peserta didik. Adapun obyek-obyek yang bisa dipelajari di hutan kota antara lain:
1.        Beragai jenis tumbuhan dan manfaatnya.
2.        Berbagai jenis hewan dan manfaatnya.
3.        Ekosistem hutan kota.
4.        Bentuk dan struktur hutan kota.
5.        Berbagai manfaat hutan kota.
6.        Biodiversitas.
7.        Dan lain-lain.
Agar fungsi hutan kota sebagai sarana pendidikan lingkungan hidup lebih efektif, maka perlu dilakukan pengembangan dan pengelolaan oleh pemerintah dan masyarakat. Salah satunya ialah melalui pengadaan fasilitas pendidikan, seperti laboratorium, gudang penyimpanan bibit, wisata alam flora fauna, tempat konservasi alam, dan lain-lain (Santoso, 2010). Yang jika dikoloborasikan maka akan membentuk suatu science centre yang fungsinya difokuskan sebagai sarana penunjang pendidikan berwawasan lingkungan (Andrean dkk, 2010). Melalui science centre, tujuan peningkatan kualitas pendidikan guna menciptakan generasi muda yang cerdas dan berkualitas akan dapat tercapai. Apalagi jika pada tempat tersebut terdapat beberapa fasilitas pendidikan, seperti ruang perpustakaan, ruang komputer, laboratorium, ruang bermain, panggung, ruang baca, outbound, dan ruang ketahananan pangan.
Hal yang tak boleh dilupakan dalam pengembangan dan pengelolaan hutan kota sebagai sarana pendidikan ialah pengadaan petugas pengelola serta jasa informasi dan interpretasi. Jasa informasi yang dimaksud di sini ialah informasi-informasi mengenai nama daerah maupun nama ilmiah dari berbagai spesies hewan dan tumbuhan, berat, umur, dan lain-lain (Soendjoto, 1996). Namun pendekatan informasi saja belumlah cukup menunjang pendidikan lingkungan (Henning & Pakpahan, 1991).
Informasi-informasi yang ada di hutan kota harus diinterpretasikan, baik dalam bentuk selebaran, buku saku, ataupun melalui keterangan-keterangan yang diberikan oleh petugas interpretasi. Interpretasi memuat status spesies di habitatnya, manfaat bagi kehidupan, jenis makanan, dan lain-lain (Soendjoto, 1996).  Interpretasi pada dasarnya adalah komunikasi antara gagasan dan nilai. Tilden (1957) mendefinisikan interpretasi sebagai "kegiatan pendidikan yang bertujuan untuk mengetahui arti dan hubungan melalui pengalaman secara langsung, dan melalui media ilustratif, dan tidak melalui informasi fakta”.
Sebagai bagian dari pendidikan lingkungan, kegiatan interpretasi dihadapkan pada tantangan yang tinggi untuk menginterpretasikan bagaimana sumberdaya hayati di hutan kota dapat menyumbangkan pemahaman kepada peserta didik dan masyarakat. Oleh karena itu, para pengelola hutan kota juga perlu memberikan pedoman prinsip-prinsip dan nilai dari pengelolaan hutan kota kepada para pengunjung, serta mengajak mereka berpartisipasi di dalamnya. Partisipasi pengunjung secara langsung pada semua kegiatan berwawasan lingkungan yang dilakukan di hutan kota akan lebih efektif dalam meningkatkan pemahaman pengunjung tentang lingkungan.


DAFTAR PUSTAKA

Andrean, F. Syamsi, A.A. Purnama, F. Fitra, E. Mustika, Y. Rahma, dan R. Kardiman. 2010. Rancangan Pembuatan Hutan Kota Padang di Delta Malvinas. Program Studi Biologi, Pasca Sarjana Universitas Andalas. Padang.

Dahlan, E.N. 1992. Pembangunan Hutan Kota di Indonesia. Media Konservasi Vol. 14. Staf Pengajar Hutan Kota, Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB.

Djamal, I.Z. 2005. Tantangan Lingkungan & Lansekap Hutan Kota. Bumi Aksara. Jakarta.

Henning, D.H., & A. Pakpahan. 1991. Pendidikan Lingkungan dan Taman Nasional: Strategi Konservasi Dunia dan Kegiatan Interpretasi Alam. Media Konservasi. Vol. 3 (2). April 1991: 1-9.

IUCN. 1970. Environmental Education Workshop. Nevada, USA.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2002 Tentang Hutan Kota.

Santoso, Y.A. 2010. Pengembangan Hutan Kota sebagai Sarana Pendidikan dan Wisata di Purwodadi Grobogan. Universitas Muhammadiyah. Surakarta.

Soendjoto, M.A. 1996. Taman Maskot Banjarmasin: antara Fungsi Rekreasi, Pendidikan, dan Konservasi. Merindukan Alam Asri Lestari. Universitas Lambung Mangkurat. Banjarmasin.  

Tilden, F. 1957. Interpreting Our Heritage. The University of North Carolina Press. Chapel Hill.

No comments: