Saturday, May 7, 2011

Tumbuhan & Hewan dapat Hidup Tanpa Manusia

Tumbuhan dan Hewan Dapat Hidup Tanpa Manusia, Tetapi Manusia Tidak Dapat Hidup Tanpa Tumbuhan dan Hewan
(Nana Citrawati Lestari, NIM. A2C110009, SDN Pengambangan 3, Banjarmasin)

     Pada piramida dan rantai makanan, tumbuhan merupakan produsen utama. Sedangkan hewan dan manusia merupakan konsumen. Manusia sendiri pun bisa dikatakan menjadi konsumen teratas pada piramida makanan. Tumbuhan dikatakan produsen karena menghasilkan bahan atau unsur pokok kebutuhan hidup atau secara sederhana tumbuhan dapat membuat makanannya sendiri dan dapat dimakan oleh konsumennya, baik itu hewan maupun manusia. Walaupun bersifat sebagai produsen, tetapi tidak semua tumbuhan bisa dimanfaatkan langsung oleh manusia. Manusia membutuhkan perantara yang dapat menghubungkan tumbuhan tersebut dengan manusia, yakni hewan. Oleh karena itu, maka para ahli ekologi mengatakan bahwa tumbuhan dan hewan dapat hidup tanpa manusia tetapi manusia tidak dapat hidup tanpa adanya tumbuhan dan hewan (Soendjoto, 2004).
     Kebergantungan manusia pada tumbuhan dan hewan sangat besar. Manusia tidak bisa memakan mineral langsung dari tanah tanpa adanya tumbuhan. Manusia tidak dapat menghirup oksigen tanpa bantuan tumbuhan. Manusia tidak dapat menghasilkan dan meminum madu tanpa bantuan hewan seperti lebah. Baik tumbuhan dan hewan merupakan sumber penghasil pangan, sandang, dan papan. Tumbuhan seperti padi, jagung, gandum, ubi-ubian, dan lain-lain merupakan conth sumber pangan bagi manusia. Begitu pula dengan ayam, itik, kambing, sapi, kerbau, dan ikan merupakan contoh jenis hewan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Kapas dan kulit kayu dari tumbuhan serta sutera dari hewan merupakan bahan sandang yang nyaman untuk dipakai oleh manusia. Kemudian berbagai jenis kayu seperti ulin dan galam merupakan bahan papan sebagai konstruksi bangunan untuk membuat rumah dan gedung. Begitu besarnya ketergantungan manusia terhadap tumbuhan dan hewan membuat manusia tidak dapat hidup tanpa mereka (Soendjoto, 2004).
     Sementara itu, tumbuhan tanpa manusia masih dapat tetap hidup karena tumbuhan mampu membuat makanannya sendiri. Dalam proses penyerbukan pun andil manusia tidak terlalu dibutuhkan karena masih ada jenis serangga dan angin yang dapat membantu proses penyebaran benih maupun penyerbukan. Bagi tumbuhan, keberadaan manusia justru seringkali mengancam kehidupan mereka di alam. Manusia sering menggunakan mereka secara berlebihan dan tidak ramah lingkungan. Jika kita berpikir dalam posisi sebagai tumbuhan, mungkin kita akan lebih senang jika tidak ada manusia. Karena dengan demikian tidak ada yang memusnahkan mereka, menebang, memangkas mereka dari muka bumi.
Begitu pula bagi hewan, mereka juga masih bisa hidup meski tanpa ada manusia. Hewan sudah memiliki tumbuhan sebagai produsen yang menyediakan makanan bagi jenis hewan pemakan tumbuhan. Hewan-hewan pemakan daging pun bisa hidup dengan memakan hewan jenis lain. Hewan-hewan sendiri sering merasa terancam dengan keberadaan manusia. Misalnya saja ketika manusia memburu mereka untuk dibunuh atau diperdagangkan. Selain itu manusia juga seringkali merusak habitat tempat tinggal mereka, misalnya dengan alih fungsi lahan atau sekedar menebang pohon yang sering digunakan bagi para burung dan orang utan sebagai rumah.
     Jadi meski tidak ada manusia, tumbuhan dan hewan masih tetap dapat hidup. Sementara jika di dunia ini tidak ada tumbuhan maupun hewan, bagaimana manusia bisa memperoleh oksigen dan makanan? Apakah manusia harus memakan sesamanya sendiri dan menjadi makhluk kanibal? Tentu saja  hal ini akan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup manusia di bumi. Jika sudah tidak ada sumber daya hayati yang bisa dimanfaatkan, maka lama kelamaan manusia akan habis dan musnah karena tidak mampu bertahan hidup.

Kutipan:
Jawaban untuk tugas ini sebagian mengutip tulisan dari Mochamad Arief Soendjoto yang kemudian dikembangkan menurut pemikiran sendiri.

Referensi:
Soendjoto, M.A. 2004. Mengapa Harus Melestarikan Ragam Hayati dalam buku Merindukan Alam Asri Lestari. Universitas Lambung Mangkurat Press. Banjarmasin. 

1 comment:

Andreas Yosefus Maukar said...

Sangat membatu tulisan ini terimakasih.